Kekayaan, Kesuksesan dan Kasih Sayang

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.

Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut”.

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”

Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar”.

“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali”, kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini”.

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.

“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama” , kata pria itu hampir bersamaan.

“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seseorang pria itu berkata, “Nama dia Kekayaan,” katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut disebelahnya, “sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk kerumahmu.”

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. “Ohho…menyenangka n sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, “sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita.”

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. “Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang. ”

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. “Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita.”

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. “Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”

Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.

“Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?”

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. “Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun

Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini.”

Kisah Anak Katak Yang Takut Dengan Pertanda Hujan

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. “Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?” ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

“Anakku,” ucap sang induk kemudian. “Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik.” jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. “Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?” tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

“Anakku. Itu cuma angin,” ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. “Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!” tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

“Blarrr!!!” suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. “Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!” ucapnya sambil terus memejamkan mata.

“Sabar, anakku!” ucapnya sambil terus membelai. “Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!”
**

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.

Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu, insya Allah, akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.

Pertolongan Tuhan untuk si Bayi Kecil

Suatu malam saya bekerja keras untuk menolong seorang ibu di sebuah bangsal rumah sakit, tapi apapun yang kami lakukan, dia meninggal dan meninggalkan bayi premature yang sangat mungil serta seorang anak perempuan usia 2 tahun yang menangis.

Kami mengalami kesulitan untuk menjaga agar si bayi tetap hidup, Karena kami tidak punya incubator ( kami tidak punya listrik untuk Menyalakan incubator), kami juga tidak punya makanan khusus bayi.

Meskipun kami tinggal di daerah khatulistiwa, di malam hari seringkali udara sangat dingin dan anginnya kencang.

Salah seorang muridku menaruh bayi itu dalam box dan membungkus bayi dengan kain wol. Yang lain menyalakan api dan mengisi botol air panas. Kemudian muridku yang mengisi botol air panas segera kembali dengan kebingungan sambil bercerita bahwa saat mengisi botol itu dan ternyata meledak (Karet mudah rusak dalam kondisi cuaca tropis)

“Dan ini adalah botol air panas terakhir kita,” dia berseru.

“Oke,” kataku, “taruh bayi itu didekat api dalam jarak yang cukup aman, dan tidurlah diantara bayi itu dan pintu untuk menjaga nya dari angin. Tugasmu adalah menjaga bayi tetap hangat.”

Siang hari berikutnya, seperti hari sebelumnya, Aku pergi berdoa dengan beberapa anak yatim piatu yang berkumpul denganku. Aku berikan mereka bermacam-macam saran untuk mendoakan dan bercerita pada mereka tentang bayi mungil itu.

Aku menceritakan masalah kami soal menjaga bayi supaya cukup hangat, menyebutkan tentang botol air panas, dan bagaimana bayi itu bisa dengan mudah meninggal bila kedinginan. Saya juga bercerita pada mereka tentang saudara perempuannya yang berumur 2 tahun, yang menangis karena ibunya meninggal.

Selama berdoa, seorang gadis usia 10 tahun, Ruth, berdoa dengan doa singkat seperti anak Afrika kami.

“Tolong, Tuhan” dia berdoa, “kirim kan botol air. Tidak baik besok, Tuhan, karena bayinya bisa mati, jadi tolong kirim sore ini.”

Saat aku menarik napas dalam hati karena keberaniannya dalam berdoa, dia menambahkan, “Dan saat Engkau mengirimkan botol air itu, maukah Engkau mengirimkan juga boneka untuk gadis kecil itu, supaya dia tahu bhw Engkau sungguh mengasihinya? ”

Seringkali dalam doa anak-anak, aku merasa ditempatkan pada pusatnya. Dengan sungguh-sungguh kukatakan, “Amin”. Oya aku tahu bahwa Tuhan dapat melakukan segalanya, Alkitab mengatakan demikian. Tapi pasti ada batasnya, kan ?
(pikiran manusia selalu ingin membatasi kuasa Tuhan)

Dan menurutku satu-satunya jalan Tuhan dapat menjawab doa-doa kami yaitu jika keluargaku di Amerika mengirimi bingkisan. Namun aku sudah tinggal selama hampir 4 tahun, dan tidak pernah, sama sekali menerima bingkisan dari rumah. Tapi, bila sesorang mengirimiku bingkisan, siapa yang akan memberi botol air panas. Sebab aku tinggal di daerah tropis!

Menjelang sore, ketika aku sedang mengajar di sekolah pelatihan perawat, sebuah parcel dikirimkan dengan mobil di depan pintu rumahku.

Saat aku sampai di rumah, mobilnya sudah pergi, tapi di sana , di beranda, ada dua puluh dua pon parcel yang sangat besar. Aku merasa pedih di mataku…

Aku tidak dapat membuka parsel itu sendirian, jadi aku meminta ke anak-anak yatim piatu untuk membantuku. Bersama-sama kami menarik talinya, dengan hati-hati membuka simpulnya. Kami melipat kertasnya, supaya tidak menyobeknya. Kegembiraan meningkat.
Sebanyak 30 atau 40 pasang mata melihat ke dalam kardus tersebut. Dari atas, kami mengeluarkan baju rajutan berwarna cerah.
Mata kami langsung silau melihatnya. Ada perban rajutan untuk pasien kusta, dan anak-anak mulai terlihat sedikit bosan. Lalu ada sekotak kismis, ini bisa dipakai untuk membuat setumpuk kue kismis di akhir pekan.

Lalu, aku memasukkan tanganku lagi, aku merasa …. benarkah ini?? Aku menariknya keluar …. yaa …. ini baru, botol air panas karet. Aku menangis terharu. Aku tidak meminta Tuhan untuk mengirimkannya. Aku tidak percaya bahwa Dia benar-benar melakukannya.
Ruth ada di barisan depan dari anak2. Ia cepat2 maju, sambil menangis, ” Jika Tuhan mengirimkan botolnya, Dia harus mengirim bonekanya juga!”

Sambil mengobrak-abrik bagian bawah kotak, dia menarik sesuatu yang mungil, boneka bergaun indah. Matanya berkilau ! Dia tidak pernah sangsi! Sambil melihatku, dia berkata : ” Dapatkah aku pergi bersamamu & memberikan boneka ini kepada gadis kecil itu, supaya dia tahu, Tuhan sangat mencintainya? ?

Ternyata parcel ini telah dipersiapkan dan dikirim 5 bulan lalu. Dibungkus oleh Siswa Kelas Hari Mingguku, yang mana saat mempersiapkan parcel itu, Tuhan telah memerintahkannya juga untuk mengirimi botol air panas walaupun di daerah Tropis. Lalu salah satu dari siswaku juga telah memberikan boneka untuk dikirimkan ke anak Afrika –

Dan itu semua terjadi 5 bulan sebelumnya, sebagai jawaban dari doa seorang anak gadis 10 tahun untuk membawanya “sore itu”.

(Yesaya 65:24) :
“Maka sebelum mereka memanggil, Aku sudah menjawabnya; ketika mereka sedang berbicara, Aku sudah mendengarkannya. ”

Hal Terbesar adalah Saat Dimana Nama Keluargaku Terdaftar Di Buku Telepon

Suatu ketika di ruang kelas sekolah menengah, terlihat suatu percakapan yang menarik.Seorang Pak Guru, dengan buku di tangan, tampak menanyakan sesuatu kepada murid-muridnya di depan kelas.Sementara itu, dari mulutnya keluar sebuah pertanyaan. ” Anak-anak, kita sudah hampir memasuki saat-saat terakhir bersekolah di sini.Setelah 3 tahun, pencapaian terbesar apa yang membuat kalian bahagia ? Adakah hal-hal besar yang kalian peroleh selama ini ?”

Murid-murid tampak saling pandang.Terdengar suara lagi dari Pak Guru,

” Ya, ceritakanlah satu hal terbesar yang terjadi dalam hidup kalian …”

Lagi-lagi semua murid saling pandang, hingga kemudian tangan Pak Guru itu menunjuk pada seorang murid.

” Nah, kamu yang berkacamata, adakah hal besar yang kamu temui ? Berbagilah dengan teman-temanmu …”

Sesaat, terlontar sebuah cerita dari si murid,” Seminggu yang lalu, adalah saat-saat yang sangat besar buat saya.Orang tua saya, baru saja membelikan sebuah motor, persis seperti yang saya impikan selama ini.”

Matanya berbinar, tangannya tampak seperti sedang menunggang sesuatu. ” Motor sport dengan lampu yang berkilat, pasti tak ada yang bisa mengalahkan kebahagiaan itu !”

Pak Guru tersenyum. Tangannya menunjuk beberapa murid lainnya. Maka, terdengarlah beragam cerita dari murid-murid yang hadir. Ada anak yang baru saja mendapatkan sebuah mobil. Ada pula yang baru dapat melewatkan liburan di luar negeri. Sementara, ada murid yang bercerita tentang keberhasilannya mendaki gunung. Semuanya bercerita tentang hal-hal besar yang mereka temui dan mereka dapatkan. Hampir semua telah bicara,hingga terdengar suara dari arah belakang.

” Pak Guru … Pak, saya belum bercerita.”

Rupanya, ada seorang anak di pojok kanan yang luput dipanggil. Matanya berbinar. Mata yang sama seperti saat anak-anak lainnya bercerita tentang kisah besar yang mereka punya.

” Maaf, silahkan, ayo berbagi dengan kami semua,” ujar Pak Guru kepada murid berambut lurus itu.

” Apa hal terbesar yang kamu dapatkan ?” ujar Pak Guru mengulang pertanyaannya kembali.

” Keberhasilan terbesar buat saya, dan juga buat keluarga saya adalah … saat nama keluarga kami tercantum dalam Buku Telepon yang baru terbit 3 hari yang lalu.”

Sesaat senyap. Tak sedetik, terdengar tawa-tawa kecil yang memenuhi ruangan kelas itu. Ada yang tersenyum simpul, terkikik-kikik, bahkan tertawa terbahak mendengar cerita itu.

Dari sudut kelas, ada yang berkomentar,

” Ha ? Saya sudah sejak lahir menemukan nama keluarga saya di Buku Telepon. Buku Telepon ? Betapa menyedihkan … hahaha …”

Dari sudut lain, ada pula yang menimpali, ” Apa tak ada hal besar lain yang kamu dapat selain hal yang lumrah semacam itu ?”

Lagi-lagi terdengar derai-derai tawa kecil yang masih memenuhi ruangan. Pak Guru berusaha menengahi situasi ini, sambil mengangkat tangan.

” Tenang sebentar anak-anak, kita belum mendengar cerita selanjutnya. Silahkan teruskan, Nak …”

Anak berambut lurus itu pun kembali angkat bicara.

” Ya, memang itulah kebahagiaan terbesar yang pernah saya dapatkan. Dulu, Papa saya bukanlah orang baik-baik. Karenanya, kami sering berpindah-pindah rumah. Kami tak pernah menetap, karena selalu merasa di kejar polisi.”

Matanya tampak menerawang. Ada bias pantulan cermin dari kedua bola mata anak itu, dan ia melanjutkan.

” Tapi, kini Papa telah berubah. Dia telah mau menjadi Papa yang baik buat keluarga saya. Sayang, semua itu tidak butuh waktu dan usaha. Tak pernah ada Bank dan Yayasan yang mau memberikan pinjaman modal buat bekerja. Hingga setahun lalu, ada seseorang yang rela meminjamkan modal buat Papa saya. Dan kini, Papa berhasil. Bukan hanya itu, Papa juga membeli sebuah rumah kecil buat kami. Dan kami tak perlu berpindah-pindah lagi.”

” Tahukah kalian, apa artinya kalau nama keluarga saya ada di Buku Telepon ? Itu artinya, saya tak perlu lagi merasa takut setiap malam dibangunkan Papa untuk terus berlari. Itu artinya, saya tak perlu lagi kehilangan teman-teman yang saya sayangi. Itu juga berarti, saya tak harus tidur di dalam mobil setiap malam yang dingin. Dan itu artinya, saya, dan juga keluarga saya, adalah sama derajatnya dengan keluarga-keluarga lainnya.”

Matanya kembali menerawang. Ada bulir bening yang mengalir. ” Itu artinya, akan ada harapan-harapan baru yang saya dapatkan nanti …”

Kelas terdiam. Pak Guru tersenyum haru. Murid-murid tertunduk. Mereka baru saja menyaksikan sebuah fragmen tentang kehidupan. Mereka juga baru saja mendapatkan hikmah tentang pencapaian besar, dan kebahagiaan. Mereka juga belajar satu hal :

” Bersyukurlah dan berbahagialah setiap kali kita mendengar keberhasilan orang lain.Sekecil apapun …Sebesar apapun …”

Skandal Anggota DPR yang Tidur Bersama

CERITA ini dua hari lalu merebak kalangan anggota Dewan yang terhormat. Seorang anggota Dewan pada suatu siang ditelepon oleh seorang perempuan. Suara di sana berkata, ” Selamat siang Bapak Anggota Dewan.” Dari suaranya perempuan itu masih muda.

Siang.Ini siapa ya?” tanya anggota Dewan itu.
Saya Anne, yang pernah tidur bersama Bapak waktu itu,” jawab si perempuan.
” Hahh???” sang anggota DPR terdengar penasaran.

Kalau Bapak tidak ingin rahasia itu terbongkar, Bapak harus memberi saya uang tutup mulut!” ancam si perempuan.
Oke, baiklah,” jawab anggota Dewan itu pasrah.

Kemudian dia berpikir, di mana pernah meniduri perempuan tersebut? Di luar negeri? Di luar Jawa? Di luar Jakarta? Atau hanya di seputaran Jakarta saja?

Beberapa hari kemudian si anggota Dewan itu menyerahkan sejumlah uang di suatu tempat yang telah ditentukan.
Uang itu diterima oleh kurir sang perempuan.

Tetapi, setelah beberapa hari kemudian, si perempuan itu menelepon lagi dan meminta hal yang sama. Dengan hati yang masih penasaran, anggota Dewan yang terhormat itu mengabulkan permintaannya. Tetapi, anehnya setelah beberapa minggu kemudian, wanita itu meminta hal yang sama dengan ancaman yang sama. Akhirnya, dengan pasrah anggota Dewan itu mengabulkan permintaan tersebut. Walaupun begitu, anggota Dewan itu menjawab dalam teleponnya. “Okelah Aku kabulkan permintaanmu. Tetapi, jangan bikin penasaran gitu dong. Saya cuma ingin tahu emangnya kita pernah tidur bersama dimana dan kapan itu terjadi?

Wanita itu menjawab dengan sangat lembutnya : “Kita kansama-sama anggota DPR, kita kanpernah tidur bersama diruang sidang utama pada waktu Bu Megawati membacakan pidato beliau di Gedung MPR-DPR tahun lalu!”

“Hah? Sang anggota DPR pun pingsan karena terlanjur memberi uang kepada wanita itu sebesar Rp 500 juta…..

Makanya jangan tidur kalau sidang pak! HAHAHAHAHAHAHA…………………………………..back to work……….

Hadiah Terindah

Menjelang hari raya, seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih balita, meminta satu gulung.
“Untuk apa ?” tanya sang ayah.
“Untuk kado, mau kasih hadiah.” jawab si kecil.
“Jangan dibuang-buang ya.” pesan si ayah, sambil memberikan satu gulungan kecil.

Persis pada hari raya, pagi-pagi si kecil sudah bangun dan membangunkan ayahnya, “Pa, Pa ada hadiah untuk Papa.”
Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab, “Sudahlah nanti saja.”
Tetapi si kecil pantang menyerah, “Pa, Pa, bangun Pa, sudah siang.”
“Ah, kamu gimana sih, pagi-pagi sudah bangunin Papa.”

Ia mengenali kertas kado yang pernah ia berikan kepada anaknya.
“Hadiah apa nih?”, tanya sang ayah.
“Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang”, jawab anaknya dengan penuh semangat.

Dan sang ayah pun membuka bingkisan itu. Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak kosong. Tidak berisi apa pun juga.
“Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya koq kosong. Buang-buang kertas kado apa. Kan mahal ?”
Si kecil menjawab, “Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu buaanyaak ciuman untuk Papa.”

Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya.
“Putri, Papa belum pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu menyimpan boks ini. Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya !”

Perspektif :
Kotak kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apa pun, tiba-tiba terisi,tiba-tiba memiliki nilai yang begitu tinggi. Apa yang terjadi ?
Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang ayah, di mata orang lain tetap juga tidak memiliki nilai apa pun. Orang lain akan tetap menganggapnya kotak kosong.Kosong bagi seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain.
Kosong dan penuh – dua-duanya merupakan produk dari “pikiran” anda sendiri. Sebagaimana anda memandangi hidup demikianlah kehidupan anda. Hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong